Bubur Pelangi Bali ala Hongkong made in Indonesia by LAOTA


Indonesia

September tahun 2009 adalah perjalananku yang pertama kali ke Bali, berhubung itu adalah perjalananku yang pertama juga adanya keraguan apakah mungkin masih bisa kembali lagi ke Bali, maka perjalananku waktu itu padat dengan list-list obyek wisata yang harus dikunjungi, dari ujung ke ujung hajar terus. Pokoknya kaki sudah menapak di Bali maka semua obyek wisata harus bisa dikunjungi begitu pikirku. ‘Lagian’ alangkah malunya diriku jika suatu saat nanti ada seorang teman yang bertanya sudah pernah ke sini belum waktu di Bali, bisa-bisa kunjunganku ke Bali diragukan karena tidak tahu obyek-obyek wisata di Bali, hehe :P agak ‘parno’ ya ?

Waktu kunjungan pertama di tahun 2009 itu emang aku dah ‘fall in love’ sama pantai-pantainya, pasir nan putih, karang, bahkan air lautnya juga, malah sering keminum juga, tapi itu ga sengaja ya,,, abis keasikan berenang sih ;) Bukan hanya itu, baru bangun tidur aja, begitu ‘setel’ televisi (TV) langsung mendengar bunyi-bunyian musik khas Bali dan begitu mau cabut berangkat di halaman parkir depan bisa terlihat semacam persembahan sesajen yang kadang ada aroma wewangian yang khas Bali bangettt. Mampir ke toko-toko atau shop souvenir sesajen dan aroma wewangian ini pasti dijumpai, apa lagi kalau ga sengaja lewat atau malahan mampir ke salah satu Pura di Bali pasti hal semacam tadi plus bunyi-bunyian musik khas Bali sangat mudah ditemui. Semua hal yang aku sebutkan di atas tadi menjadikan MAGNET KUAT untuk aku kembali ke Bali, Bahkan aku punya impian seandainya aku bisa punya rumah di Bali ya hehehe :P impiannya ketinggian banget ga sih ? karena aku tahu harga tanah di Bali mahal banget dan kalo mau bangun rumah butuh biaya yang sangat besar juga.

Puji Syukur, kesempatan itu datang kepadaku. Setelah menunggu hampir 2 (dua) tahun, Juni 2011 aku bisa kembali lagi ke Bali. Kesempatan kali ini benar-benar berbeda. Bukan karena waktunya cuma sedikit, tidak seperti 2 (dua) tahun yang lalu selama 2 (dua) minggu full, yaitu cuma 3 (tiga) hari saja, tapi kunjunganku yang sangat singkat ini tidak lagi fokus mengejar tempat-tempat wisata yang harus dikunjungi tapi hanya sekedar berkunjung saja. Ingin melihat Bali setelah ditinggal hampir 2 (dua) tahun, apakah ada perubahan-perubahan yang berarti atau sekedar mencium aroma pantai terutama di malam hari. Ya, aku lebih sering keluar di sore hari hingga malam hari, tapi tidak sampai pulang pagi ya :P

Nahh, suatu ketika, sepulang dari Pantai Kuta, perut aku keroncongan dan minta diisi. Permintaan perutku kali ini agak berbeda. Aku mau makan bubur ayam plus segelas teh tawar hangat. Di tengah perjalanan menuju tempat penginapan, tiba-tiba temanku berhenti di satu tempat. Tepatnya di Jalan Raya Kuta No. 530 Tuban – Bali. Sepanjang jalan memang terlihat banyak warung dengan pencahayaan seadanya alias tidak terang sekali.

Di tempat perhentian kami itu ada ‘plang’nya yang bertuliskan LAOTA buka 24 jam telepon +623617429068      .

Kami pun masuk ke dalam dan terlihat suasana keramaian pengunjung yang sedang menikmati hidangan di dalam ruangan yang bisa dikatakan agak kecil tersebut. Suasana di dalam pun tidak berkesan elegan sama sekali. Di bagian depan ada pula deretan akuarium kecil tempat menaruh aneka seafood hidup seperti ikan, kepiting, dan udang. Lalu kursi-kursi dan meja ditata sederhana merapat ke dinding dengan para pelayan yang hilir mudik. Ruangan terlihat memanjang  vertikal depan hingga ke belakang.

Awalnya aku agak bingung karena aroma seafood sangat kental di tempat itu, tapi begitu temanku menjelaskan bahwa aku bisa pesan bubur di sini, aku langsung bersemangat. Kuambil menu yang tersedia di meja tempat duduk kami dan membaca list makanan yang tersedia di LAOTA. Disebutkan ada sekitar 16 (enam belas) macam bubur yang ditawarkan mulai dari bubur polos, bubur seafood, bubur ikan, bubur scallop dan lain-lain. Jika tak suka bubur bisa memilih nasi yang dipadukan dengan aneka lauk-pauk seperti aneka masakan kukus, tumisan, gorengan, sup, dan sayuran. Rata-rata menunya berupa seafood seperti ikan, kepiting, udang, dan cumi-cumi.

 

ini dia penyajian BUBUR PELANGI yang membuat ketagihan

Dan akhirnya pilihanku jatuh pada BUBUR PELANGI yang menjadi menu andalan di LAOTA dan seporsi bebek panggang yang juga menjadi menu andalan selain ayam panggang, yang akan dijadikan pelengkap untuk menikmati PELANGI. Satu porsi bubur bisa dinikmati oleh 2 – 3 orang yang disajikan dalam mangkok putih yang besar. Rupanya disebut ‘PELANGI’karena isinya ada 7 (tujuh) rupa : fillet kerapu, irisan udang, cumi-cumi, sapi cincang, daging kepiting, telur pitan, dan lettuce. Bubur a la Hong Kong ini teksturnya nasinya tidak terlalu kental dengan pendamping berupan kecap asin yang diberi serutan jahe, daun bawang, dan irisan cabai rawit. Tidak lupa segelas teh tawar panas sebagai penutup yang mengenyangkan kami.

ini dia BUBUR PELANGI yang terkenal itu

Tidak perlu berlama-lama ngobrol di tempat itu, karena antrian pengunjung yang ingin menikmati bubur yang sudah tenar ini sudah tampak di dekat pintu masuk, sehingga kami pun beranjak pulang setelah temanku menyelesaikan pembayarannya :D

LAOTA ini sangat saya rekomendasikan sekali jika kalian sedang mampir di Bali, khusunya berada di Kuta.

Semoga bermanfaat.

Kei

2 Responses to “Bubur Pelangi Bali ala Hongkong made in Indonesia by LAOTA”

  1. […] Topik ini pindah ke link berikut : TRAVELLING WITH KEISHINTA […]

    Like

  2. I really like reading a post that can make men and women think.
    Also, many thanks for allowing for me to comment!

    Like

Leave a comment